Dua tahun setelah kepergian sang ayah, Kiai Jazuli, Neng Azza berhasil menyelesaikan pendidikannya di Nahdhatul Wathan Banat (setingkat SMU), dengan hasil yang sangat memuaskan. Atas keberhasilannya itu, Nahdhatul Wathan memberikan beasiswa kepadanya untuk melanjutkan pendidikan ke Mesir. Neng Azza sangat bahagia, keinginannya selama ini untuk memperdalam ilmunya, khususnya gramatika Arab di Mesir terlaksana.
Tidak lama setelah itu, Neng Azza mendapatkan serangkaian kejutan baru. Ada tujuh orang kiai yang hendak menjadikannya menantu. Lamaran itu datang silih berganti dengan selang waktu yang tidak lama. Namun, Neng Azzah menolaknya dengan alasan ingin lebih berkonsentrasi dalam persiapannya untuk melanjutkan pendidikan.
Semula Ummi Hamidah tidak keberatan dengan keinginan putri bungsunya, tetapi kemudian hatinya resah. Ia menginginkan Neng Azza menikah dahulu sebelum pergi ke Mesir, agar di sana ada suami yang menjaganya. Neng Azza akhirnya menyetujui keinginan sang ibu, dengan syarat ia akan mengadakan sayembara untuk menemukan suami idamannya. Seorang pria yang alim dan cerdas, melebihi dirinya. Agar kelak ia dan suami dapat meneruskan memimpin pesantren yang diwariskan ayahnya, Kiai Jazuli.
Berhasilkah upaya Neng Azza untuk menemukan pendamping hidup yang terbaik untuknya? Siapakah pemuda yang pada akhirnya berhasil menundukkan hati Neng Azza?
Mushaf Cinta, merupakan sebuah novel yang kental dengan nuansa kehidupan para santri di pesantren. Warna-warni kehidupan pesantren ada di sini. Kesemuanya dirangkai secara apik dan sangat menginspirasi.