Cinta dan Rindu itu ibarat dua sisi dari mata uang yang sama. Tak ada cinta tanpa rindu, dan tak ada rindu bila tak ada cinta. Seorang pecinta pasti selalu rindu bertemu dengan kekasihnya. Sebaliknya, tak mungkin ada rasa rindu bila orang itu tidak mencintai orang yang ia rindukan. Dan, rindu itu hanya akan terobati dengan penyaksian (musyahadah).
Fenomena Cinta dan Rindu ini tak hanya terjadi dalam hubungan antar manusia, tapi juga dalam hubungan antara manusia (hamba) dengan Tuhannya (Allah Ta’ala). Bahkan, Cinta dan Rindu itu lebih maksimal terjadi dalam hubungan antara seorang hamba dan Tuhannya. Sebab, cinta manusia itu ada batasnya, sedangkan Cinta dan Kerinduan Allah pada hamba-Nya, tidaklah ada batasnya. Itulah tingkat kesempurnaan cinta.
Maka, sungguh beruntung manusia yang hidup dalam cinta dan rindu kepada Allah Ta’ala. Sang pemilik Cinta sejati, karena berarti ia telap mencapai puncak kesempurnaan cinta. Dan ia akan memperoleh obat bagi rindunya itu dengan musyahadah yang sempurna di akhirat kelak, bahkan jauh lebih indah untuk dinikmati daripada surga dan isinya.
IMAM AL-GHAZALI (1058-1111 M) sufi dan filsuf besar yang lahir di Tuz (PErsia), memaparkan fenomena luar buasa ini dalam buku yang berjudul “Kitab Cinta dan Rindu” ini, tentang seluk-beluk cinta dan rindu tersebut.